Venus, Mengalahkan Semua Bintang
Aneh sekali. Andi sama sekali tidak tertarik pada deretan komik-komik baru di toko buku. Tidak tertarik hewan-hewan palsu unik di toko mainan.
Sikap berbeda Andi sudah dimulai sejak di sekolah tadi. Seharian, Li-El tidak mendengar celetukan isengnya. Tawanya juga menghilang. Li-El sudah berusaha keras memancing tawa Andi, namun tidak berhasil. Jalan-jalan di mal sore ini juga tidak menghibur Andi.
“Masih ada satu cara lagi,” pikir Li-El. Tapi rencana terakhirnya tidak bisa dilakukan sekarang.
Li-El agak berdebar dalam perjalanan pulang. Setelah menahan diri seperempat jam, dia mulai beraksi. Menyanyi dengan suara khasnya. Fals, maksudnya.
Betul saja. Baru dua baris Li-El menyanyi, Pak Bani tersenyum geli dari balik kemudi.
“Huh, Andi masih tetap cuek,” gerutu Li-El dalam hati.
Sepertinya ini pertama kali Andi tidak berkomentar. Biasanya kalau Li-El menyanyi, Andi akan memberinya les. Melatih Li-El sampai bisa menyanyi dengan benar. Paling tidak satu jam. Untungnya, Li-El sering menemukan cara melarikan diri.
“Kamu kenapa, sih?”
Andi cuma menoleh sekilas, lalu mengangkat bahu. Dia kembali memperhatikan jalan di luar. Li-El kesal sekali. Dia jadi ikut-ikutan diam. Perjalanan yang biasanya ramai, jadi sangat hening. Sepertinya makin lama, Andi makin gelisah.
“Ternyata aku cuma anak angkat Mama Papa. Aku baru tahu kemarin,” ujar Andi lesu. “Pasti orang-orang meremehkanku mulai sekarang.”
Hah? Aku pasti salah dengar, pikir Li-El seketika. Tetapi saat melihat wajah Andi, dia yakin telinganya tidak salah. Li-El tidak menyangka kalau ternyata seharian Andi memikirkan hal itu. Dia juga tidak menyangka kalau Andi ternyata anak angkat. Tapi, kenapa memangnya?
Walau hatinya penuh pertanyaan, Li-El tidak berkata apa-apa. Diamnya Li-El sepertinya membuat Andi yakin dugaannya benar. Orang-orang akan berubah sikap padanya. Li-El yang baik hati saja begitu, apa lagi yang lain? pikir Andi sedih.
Padahal Li-El sedang sangat bingung. Hei, tiba-tiba Li-El ingat sesuatu. Kata-kata yang ditulis Mama dalam sebuah kartu. Kata-kata yang sangat indah, dan sangat tepat untuk Andi sekarang.
Diam-diam Li-El tersenyum. “Tapi aku tidak mau bilang sekarang. Andi juga membuatku bingung seharian,” pikirnya sebal.
Waktu turun dari mobil, Li-El hanya berterima kasih Pak Bani. Andi makin sedih saja.
Malamnya, Li-El melaksanakan rencananya. Dia menelpon Andi. Mulanya Mbak Mira, yang bekerja di rumah Andi, mengatakan akan memanggilnya. Tapi Mbak Mira kemudian bilang Andi sedang tidur.
Li-El melirik jam dinding. Baru pukul setengah tujuh, tapi Andi sudah tidur?
“Saya bisa melihat Andi dari sini, lo,” ujar Li-El geli. “Dia di sebelah Mbak Mira, kan?”
“Oh… Eh,” Mbak Mira terdengar gugup. Beberapa saat kemudian, suara Mbak Mira berganti suara ketus Andi.
“Ada apa?”
“Ayo, pergi ke tempat jemuran,” ujar Li-El cuek.
Di lantai dua bagian belakang rumah Andi memang ada tempat untuk menjemur pakaian.
“Ayo!” kata Li-El lagi. Dia senang, Andi pasti bingung sekarang.
Andi mengeluh kesal, tapi tidak bicara lagi. Sepertinya dia sedang memenuhi permintaan Li-El. Hanya langkahnya yang terdengar melalui gagang telepon.
“Terus?” Andi pasti sudah sampai ke tempat jemuran itu.
“Cari titik paling terang di langit,” pinta Li-El.
“Maksudmu Venus?” tanya Andi.
“Dia bukan bintang, tapi sinarnya mengalahkan semua bintang,” ujar Li-El, berusaha terdengar puitis. Membuat Andi terdiam sekitar seperempat menit.
“Kamu menelponku cuma untuk latihan baca puisi?” tanya Andi kesal. Andi sudah kembali dengan kata-kata isengnya. Hanya saja tidak terdengar riang seperti biasanya.
“Yang paling penting bukan siapa kita, tapi bagaimana diri kita. Kebaikan apa yang kita lakukan untuk orang-orang di sekitar kita. Kamu baik hati. Kamu suka menghibur orang dengan kelucuanmu. Kamu pintar. Apa orang-orang peduli kamu anak angkat atau bukan?”
Benar. Venus hanya planet, tapi terlihat paling terang dari bumi. Mengalahkan bintang-bintang yang punya cahaya sendiri.
Sepertinya Andi yang terkenal iseng, kini kehilangan kata-katanya. Kalau Li-El sedang bersama Andi, dia bisa melihat Andi sedang tersenyum. Kata-kata Li-El membuat perasaan Andi jadi lebih baik. Memang kecemasan Andi tidak hilang begitu saja. Tapi sekarang dia tahu, teman-temannya pasti akan mendukungnya.
“Li-El, terima kasih,” ujar Andi terharu.
Li-El terdiam, salah tingkah. Untung Andi tidak tahu kalau sebagian nasihat tadi dibacanya dari kartu yang diberikan Mama dulu. Huh! Kalau tahu, Andi pasti meledeknya.
“Eh, ngomong-ngomong, rasi bintang Sagitarius bintangmu di sebelah mana, ya?” Li-El berusaha mengalihkan perhatian cepat-cepat.
Andi terdiam.
“Kenapa diam?” Li-El penasaran.
“Li, kamu, kan, suka bintang, tapi kok tidak kenal mereka? Sekarang bulang Maret, mana ada Sagitarius?
Aneh sekali. Andi sama sekali tidak tertarik pada deretan komik-komik baru di toko buku. Tidak tertarik hewan-hewan palsu unik di toko mainan.
Sikap berbeda Andi sudah dimulai sejak di sekolah tadi. Seharian, Li-El tidak mendengar celetukan isengnya. Tawanya juga menghilang. Li-El sudah berusaha keras memancing tawa Andi, namun tidak berhasil. Jalan-jalan di mal sore ini juga tidak menghibur Andi.
“Masih ada satu cara lagi,” pikir Li-El. Tapi rencana terakhirnya tidak bisa dilakukan sekarang.
Li-El agak berdebar dalam perjalanan pulang. Setelah menahan diri seperempat jam, dia mulai beraksi. Menyanyi dengan suara khasnya. Fals, maksudnya.
Betul saja. Baru dua baris Li-El menyanyi, Pak Bani tersenyum geli dari balik kemudi.
“Huh, Andi masih tetap cuek,” gerutu Li-El dalam hati.
Sepertinya ini pertama kali Andi tidak berkomentar. Biasanya kalau Li-El menyanyi, Andi akan memberinya les. Melatih Li-El sampai bisa menyanyi dengan benar. Paling tidak satu jam. Untungnya, Li-El sering menemukan cara melarikan diri.
“Kamu kenapa, sih?”
Andi cuma menoleh sekilas, lalu mengangkat bahu. Dia kembali memperhatikan jalan di luar. Li-El kesal sekali. Dia jadi ikut-ikutan diam. Perjalanan yang biasanya ramai, jadi sangat hening. Sepertinya makin lama, Andi makin gelisah.
“Ternyata aku cuma anak angkat Mama Papa. Aku baru tahu kemarin,” ujar Andi lesu. “Pasti orang-orang meremehkanku mulai sekarang.”
Hah? Aku pasti salah dengar, pikir Li-El seketika. Tetapi saat melihat wajah Andi, dia yakin telinganya tidak salah. Li-El tidak menyangka kalau ternyata seharian Andi memikirkan hal itu. Dia juga tidak menyangka kalau Andi ternyata anak angkat. Tapi, kenapa memangnya?
Walau hatinya penuh pertanyaan, Li-El tidak berkata apa-apa. Diamnya Li-El sepertinya membuat Andi yakin dugaannya benar. Orang-orang akan berubah sikap padanya. Li-El yang baik hati saja begitu, apa lagi yang lain? pikir Andi sedih.
Padahal Li-El sedang sangat bingung. Hei, tiba-tiba Li-El ingat sesuatu. Kata-kata yang ditulis Mama dalam sebuah kartu. Kata-kata yang sangat indah, dan sangat tepat untuk Andi sekarang.
Diam-diam Li-El tersenyum. “Tapi aku tidak mau bilang sekarang. Andi juga membuatku bingung seharian,” pikirnya sebal.
Waktu turun dari mobil, Li-El hanya berterima kasih Pak Bani. Andi makin sedih saja.
Malamnya, Li-El melaksanakan rencananya. Dia menelpon Andi. Mulanya Mbak Mira, yang bekerja di rumah Andi, mengatakan akan memanggilnya. Tapi Mbak Mira kemudian bilang Andi sedang tidur.
Li-El melirik jam dinding. Baru pukul setengah tujuh, tapi Andi sudah tidur?
“Saya bisa melihat Andi dari sini, lo,” ujar Li-El geli. “Dia di sebelah Mbak Mira, kan?”
“Oh… Eh,” Mbak Mira terdengar gugup. Beberapa saat kemudian, suara Mbak Mira berganti suara ketus Andi.
“Ada apa?”
“Ayo, pergi ke tempat jemuran,” ujar Li-El cuek.
Di lantai dua bagian belakang rumah Andi memang ada tempat untuk menjemur pakaian.
“Ayo!” kata Li-El lagi. Dia senang, Andi pasti bingung sekarang.
Andi mengeluh kesal, tapi tidak bicara lagi. Sepertinya dia sedang memenuhi permintaan Li-El. Hanya langkahnya yang terdengar melalui gagang telepon.
“Terus?” Andi pasti sudah sampai ke tempat jemuran itu.
“Cari titik paling terang di langit,” pinta Li-El.
“Maksudmu Venus?” tanya Andi.
“Dia bukan bintang, tapi sinarnya mengalahkan semua bintang,” ujar Li-El, berusaha terdengar puitis. Membuat Andi terdiam sekitar seperempat menit.
“Kamu menelponku cuma untuk latihan baca puisi?” tanya Andi kesal. Andi sudah kembali dengan kata-kata isengnya. Hanya saja tidak terdengar riang seperti biasanya.
“Yang paling penting bukan siapa kita, tapi bagaimana diri kita. Kebaikan apa yang kita lakukan untuk orang-orang di sekitar kita. Kamu baik hati. Kamu suka menghibur orang dengan kelucuanmu. Kamu pintar. Apa orang-orang peduli kamu anak angkat atau bukan?”
Benar. Venus hanya planet, tapi terlihat paling terang dari bumi. Mengalahkan bintang-bintang yang punya cahaya sendiri.
Sepertinya Andi yang terkenal iseng, kini kehilangan kata-katanya. Kalau Li-El sedang bersama Andi, dia bisa melihat Andi sedang tersenyum. Kata-kata Li-El membuat perasaan Andi jadi lebih baik. Memang kecemasan Andi tidak hilang begitu saja. Tapi sekarang dia tahu, teman-temannya pasti akan mendukungnya.
“Li-El, terima kasih,” ujar Andi terharu.
Li-El terdiam, salah tingkah. Untung Andi tidak tahu kalau sebagian nasihat tadi dibacanya dari kartu yang diberikan Mama dulu. Huh! Kalau tahu, Andi pasti meledeknya.
“Eh, ngomong-ngomong, rasi bintang Sagitarius bintangmu di sebelah mana, ya?” Li-El berusaha mengalihkan perhatian cepat-cepat.
Andi terdiam.
“Kenapa diam?” Li-El penasaran.
“Li, kamu, kan, suka bintang, tapi kok tidak kenal mereka? Sekarang bulang Maret, mana ada Sagitarius?
0 komentar:
Posting Komentar